konsep ruang pada hunian arsitektur

Berikutini akan kami rangkum konsep desain atau gaya arsitektur di Indonesia yang banyak dipakai pada bangunan-bangunan di Indonesia: 1. Konsep Mediterania. Ini adalah konsep bangunan pertama yang bisa kita temukan dengan mudah di Indonesia. Konsep ini mengacu pada bangunan-bangunan di Eropa. Penelitianini bertujuan untuk mengkaji karakteristik perumahan dengan konsep double decker dan pengaruhnya terhadap kenyamanan penghuni. Hasil penelitian yang akan diperoleh berupa analisa elemen arsitektur, elemen ruang luar, dan jawaban responden mengenai kenyamanan perumahan pada objek penelitian. KonsepRuang Luar Perumahan Ruang Luar berfungsi sebagai wadah pembelajaran dan social, area bermain, serta sarana olahraga (Hough,1984). Peran Arsitektur Perkotaan dalam mewujudkan Kota Tropis, 2008), maka alat ukur yang dipakai dalam mengetahui kenyamanan thermal ruang Konsepmenghasilkan beberapa hal, berupa : Zona fungsi ruangan. Konsep dasar bangunan dan sirkulasi pengguna. Teori dasar perancangan. Kelompok ruang. Fasad (selebung bangunan contoh : dinding atau atap) Pembuatan konsep desain merupakan tahapan penting dan perlu pemikiran yang matang dalam keseluruhuan proses desain. Misalnyaruang kota Jakarta yang terletak dalam 60º 8' lintang selatan dan 106º 48' bujur timur. Ruang relatif. Konsep ruang relatif adalah konsep yang mendefinisikan ruang sebagai hubungan antara peritiwa, lokasi, ataupun obyek lain. Artinya ruang bergantung pada obyek lain dan tidak hadir sebagai obyek independen. Site De Rencontre Gratuite En Ligne. Abstrak Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen. Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Kota Bandung, saat ini perkembangan penduduk Kota Bandung berkembang pesat dan pada tahun 2018 tercatat 2 juta lebih penduduk, dengan berkembangnya jumlah penduduk yang semakin maju mengakibatkan aktivitas penduduk yang semakin produktif. Selain aktivitas penduduk yang semakin produktif kebutuhan akan tempat tinggal meningkat dan menjadi sebuah permasalahan terutama di perkotaan. Tingginya harga tanah dan semakin berkurangnya lahan kosong di kawasan perkotaan membuat masyarakat pendatang maupun masyarakat setempat kesulitan untuk membeli rumah maupun tanah di Kota Bandung. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah konsep hunian vertikal atau apartemen untuk tempat tinggal sebagai solusi akan mahalnya dan sulitnya lahan kosong di Kota Bandung. Minimnya ketersedian lahan kosong dan tingginya harga tanah di perkotaan beriringan dengan timbul beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi seperti peningkatan sampah, efek rumah kaca, banjir dan lain-lain. Dengan adanya permasalahan ini timbul sebuah konsep urban green building. Urban Green Building adalah sebuah jaringan /system yang dibuat untuk mengurangi/ menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam. Abstract Urban Green Building Approach in Apartment Building. The city of Bandung is the largest metropolitan city in West Java Province and is the capital of the province. The city is located 140 km southeast of Jakarta and is the third-largest city in Indonesia after Jakarta and Surabaya. Based on data from the Central Statistics Agency BPS of Bandung City, the population of Bandung is currently proliferating. In 2018 there were more than 2 million residents, with the development of an increasingly advanced population resulting in more productive population activities. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas. The high price of land and the decreasing number of vacant land in urban areas make it difficult for immigrants and local people to buy houses and land in Bandung. Therefore, a vertical residential concept or apartment for residence is needed to solve the high cost and difficulty of vacant land in the city of Bandung. The lack of availability of vacant land and the high price of land in urban areas is accompanied by several environmental problems such as increased waste, the greenhouse effect, floods, and others. With this problem, a concept of urban green building emerged. Urban Green Building is a network/system created to reduce/overcome urban areas and climate change problems by involving nature. This research is expected to be a reference for his research and can be developed again to a wider scale. Because research on cultural heritage buildings is still quite extensive and there are not many people who take this theme as the theme of their research. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan PENDEKATAN URBAN GREEN BUILDING PADA BANGUNAN APARTEMEN *Andiyan1, Andri Nurjaman2 1,2Universitas Faletehan INDONESIA andiyanarch *Corresponding author Abstrak Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen. Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Kota Bandung, saat ini perkembangan penduduk Kota Bandung berkembang pesat dan pada tahun 2018 tercatat 2 juta lebih penduduk, dengan berkembangnya jumlah penduduk yang semakin maju mengakibatkan aktivitas penduduk yang semakin produktif. Selain aktivitas penduduk yang semakin produktif kebutuhan akan tempat tinggal meningkat dan menjadi sebuah permasalahan terutama di perkotaan. Tingginya harga tanah dan semakin berkurangnya lahan kosong di kawasan perkotaan membuat masyarakat pendatang maupun masyarakat setempat kesulitan untuk membeli rumah maupun tanah di Kota Bandung. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah konsep hunian vertikal atau apartemen untuk tempat tinggal sebagai solusi akan mahalnya dan sulitnya lahan kosong di Kota Bandung. Minimnya ketersedian lahan kosong dan tingginya harga tanah di perkotaan beriringan dengan timbul beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi seperti peningkatan sampah, efek rumah kaca, banjir dan lain-lain. Dengan adanya permasalahan ini timbul sebuah konsep urban green building. Urban Green Building adalah sebuah jaringan /system yang dibuat untuk mengurangi/ menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam. Kata Kunci Apartemen, Urban Green Building, Arsitektur Abstract Urban Green Building Approach in Apartment Building . The city of Bandung is the largest metropolitan city in West Java Province and is the capital of the province. The city is located 140 km southeast of Jakarta and is the third-largest city in Indonesia after Jakarta and Surabaya. Based on data from the Central Statistics Agency BPS of Bandung City, the population of Bandung is currently proliferating. In 2018 there were more than 2 million residents, with the development of an increasingly advanced population resulting in more productive population activities. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas. The high price of land and the decreasing number of vacant land in urban areas make it difficult for immigrants and local people to buy houses and land in Bandung. Therefore, a vertical residential concept or apartment for residence is needed to solve the high cost and difficulty of vacant land in the city of Bandung. The lack of availability of vacant land and the high price of land in urban areas is accompanied by several environmental problems such as increased waste, the greenhouse effect, floods, and others. With this problem, a concept of urban green building emerged. Urban Green Building is a network/system created to reduce/overcome urban areas and climate change problems by involving nature. This research is expected to be a reference for his research and can be developed again to a wider scale. Because research on cultural heritage buildings is still quite extensive and there are not many people who take this theme as the theme of their research. Keywords Apartment, Urban Green Building, Architecture History &License of Article Publication DOI This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike International License. Vol. 9 No. 1, Juni 2021, Hal. 39-52 Available at Published by STITEK Bina Taruna Gorontalo Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan PENDAHULUAN Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Kota Bandung, saat ini perkembangan penduduk Kota Bandung berkembang pesat dan pada tahun 2018 tercatat 2 juta lebih penduduk, dengan berkembangnya jumlah penduduk yang semakin maju mengakibatkan aktivitas penduduk yang semakin produktif. Selain aktivitas penduduk yang semakin produktif kebutuhan akan tempat tinggal meningkat dan menjadi sebuah permasalahan terutama di perkotaan. Tingginya harga tanah dan semakin berkurangnya lahan kosong di kawasan perkotaan membuat masyarakat pendatang maupun masyarakat setempat kesulitan untuk membeli rumah maupun tanah di Kota Bandung. Tata ruang dan konsep interior mengikuti tren desain masa kini. Harmonisasi ruangan yang menyatu dengan ruang luar site menjadi salah satu poin utama pada konsep arsitektur kontemporerHewitt et al., 2016. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah konsep hunian vertikal atau apartemen untuk tempat tinggal sebagai solusi akan mahalnya dan sulitnya lahan kosong di Kota Bandung. Minimnya ketersedian lahan kosong dan tingginya harga tanah di perkotaan beriringan dengan timbul beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi seperti peningkatan sampah, efek rumah kaca, banjir dan lain-lain. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi system sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari- hari masyarakat. Ketersediaan infrastruktur perumahan dan permukiman secara luas dan merata ditujukan untuk memenuhi standar pelayanan minimal dan turut menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat, serta memberikan dukungan terhadap pertumbuhan sektor riilAndiyan, Indra, 2018. Dengan adanya permasalahan ini timbul sebuah konsep urban green building. Urban Green Building adalah sebuah jaringan/system yang dibuat untuk mengurangi/menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam. Rumah memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Sehingga progres pembangunan akan tepat waktu. Dari segi aksesibilitas calon penumpang pihaknya juga optimistis tidak akan terkendalaJang, Kim, & Kim, 2018. METODOLOGI Metode Penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dekstriptif. Dalam peneleitian ini peneliti menggunakan membagi menjadi beberapa tahapan tahapan yaitu observasi, dokumentasi dan analisa Data Sugiyono, 2009. Perancangan bangunan apartemen ini dirancang dengan menerapkan konsep urban green building practice yang nantinya mengutamana desain ramah lingkungan Sugiyono, 2012. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan survey lapangan dan studi preseden agar mendapatkan pola aktivitas dan kebutuhan ruang pada apartemen. Langkah selanjutnya dilakukan analisis data yang didapat sehingga menghasilkan keluaran berupa konsep perancangan yang akan dikembangkan sehingga menjadi gambar kerja dan 3D visual sebagai desain akhir. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah manfaat ekonomi, manfaat sosial dan biaya social Moleong, 2007. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Umum Menurut ensilopedia nasional Indonesia kata Apartemen merupakan system hunian baru yang berbentuk vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan dikota. Menurut james hombeck dalam bukunya apartement & Dormitories, Apartemen adalah dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian –bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam area yang horizontal maupun vertikal & merupakan suatu kesatuan yang masing –masing dapat digunakan terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi bagian bersama, benda–benda bersama dan tanah bersama. Sehingga mereka mau menjalin kerjasama yang harmonis dan co-branding di dunia alam, sehingga fasilitas pelayanan kota lengkap, tanpa harus menyediakan terlalu banyak fasilitas, apalagi jika tidak ada dukungan sumber daya manusia yang profesional, dan dapat dijual kepada masyarakat Lee, Tae, Gong, & Roh, 2017. Urban Green Building adalah sebuah jaringan/system yang dibuat untuk mengurangi/menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam Ching & Shapiro, 2020. Gambar 1 Diagram Konsep Sumber Data Pribadi Lokasi Gambar 2 Lokasi Site Sumber Google Earth Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Alamat Jl. Soekarno Hatta, Kota Bandung Luas KDB 70% KLB GSB 20m Batas wilayah Utara, Jl. Soekarno Hatta Selatan, Pemukiman Timur, Yamaha Flagship Shop Barat, Hotel Parakan Wangi Tapak berbentuk persegi panjang yang memanjang kearah utara dan selatan dengan kontur yang cenderung datar. Gambar 3 Kondisi Sekitar Site Sumber Data Pribadi Site terletak di sekitar kawasan padat penduduk, pertokoan dan perkantoran serta berhadapan langsung dengan jalan soekarno hatta di sisi utara. Kawasan sekitar site di dominasi pemukiman padat dan pertokoan dengan rata-rata ketinggian bangunan 2-3 lantai. Terdapat beberapa bangunan dengan ketinggian 5- 6 lantai yaitu bangunan Kampus UF STFI dan Kantor BFI dengan ketinggian 5 Lantai di sisi timur site, Kantor Bank Mandiri dengan ketinggian 6 Lantai pada sisi barat site. Analisis Orientasi Gambar 4 Sketsa Orientasi Sumber Data Pribadi Site berhadapan langsung dengan Jl. Soekarno Hatta. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 5 Sketsa Orientasi Sumber Data Pribadi Potensi view pada lantai dasar berada di arah utara yaitu Jl Soekarno Hatta. Gambar 6 Sketsa Analisis Orientasi Sumber Data Pribadi Orientasi view tower yang luas dari berbagai arah. Utilitas Gambar 7 Sketsa Utilitas Sumber Data Pribadi Terdapat drainase kota di bagian depan site. Sering terjadi banjir pada jalan disaat curah hujan tinggi. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 8 Sketsa Utilitas Sumber Data Pribadi Penambahan debit air dari site menuju drainase kota di saat hujan. Gambar 9 Water Recycle Treatment Sumber Penerapan zero run off dan pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan bangunan. Matahari Gambar 10 Sketsa Pergerakan Matahari Sumber Data Pribadi Efek sinar matahari pada site setiap jamnya cukup menimbulkan kenaikan suhu di sekitar site. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 11 Sketsa Efek Sinar Matahari Sumber Data Pribadi Meningkatnya suhu sekitar site akibat pantulan dari bangunan Gambar 12 Green Wall Sumber Medesain fasad pada bangunan terutama tower dengan bahan dan sistem yang bisa mereduksi panas dari bangunan ke luar maupun dari luar ke dalam bangunan Farid & Wonorahardjo, 2018. RTH Gambar 13 Sketsa RTH Sumber Data Pribadi Minim RTH di sekitar site dan vegetasi pada site di dominasi tanaman perdu sepanjang jalan. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 14 Sketsa RTH Sumber Data Pribadi Minim RTH menimbulkan kesan kumuh dan gersang pada site dan sekitarnya. Gambar 15 Landscape Plaza Architecture Sumber Menciptakan area hijau pada site sebagai ruang publik yang bermanfaat untuk mengguna bangunan dan lingkungan sekitar Portnov et al., 2018. Konsep Perancangan Zoning Gambar 16 Zoning Sumber Data Pribadi Zonasi pada tapak dibuat 4 zona meliputi Publik, Semi Publik, Privat, dan Servis. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Sirkulasi Gambar 17 Sirkulasi Sumber Data Pribadi Sirkulasi pada site dibagi menjadi 2 jenis yaitu Sirkulasi Pejalan kaki dan Sirkulasi Kendaraan. Penerapan Urban Green Gambar 18 Preliminary Design Sumber Data Pribadi Penerepan Urban Green pada bangunan antara lain menyadiakan plaza dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat interaksi antara alam dan manusia. Pemanfaatan solar panel sebagai Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan sumber daya alam yang dapat digunakan pada bangunan. Mengurangi penggunaan material yang dapat memantulkan panas berlebih ke area sekitar bangunanAgus Salim, 2001. Sistem Struktur Gambar 19 Isometri Sistem Struktur Sumber Data Pribadi Sistem struktur bangunan menggunakan sistem Rigid Frame Core dengan beton bertulang sebagai struktur utamaGarcia, 2012. Sistem Jaringan Air Bersih Gambar 20 Diagram Jaringan Air Bersih Sumber Data Pribadi Jaringan air bersih menggunakan sistem up feed untuk mengambil air dari sumber air PDAM/Sumur menuju grond tank dan roof tank menggunakan pompa Tabb, 2014. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Sistem Jaringan Air Kotor Gambar 21 Diagram Jaringan Air Kotor Sumber Data Pribadi Pengolahan air kotor menggukana septictank sebagai sarana pengurai bakteri lalu di pompa menuju water treatment sebelum diteruskan menuju drainase kotaBay, 2017. Sistem Jaringan Listrik Gambar 22 Diagram Jaringan Listrik Sumber Data Pribadi Instalasi listrik utama menggunakan jasa PLN sebagai penyedia listrik bangunan serta sumber listrik panel surya dan genset sebagai tambahan suplai listrik pada bangunan. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Sistem Jaringan Pemadam Gambar 23 Diagram Jaringan Pemadam Sumber Data Pribadi Sistem proteksi kebakaran menggunakan hydrant yang terpasang di setiap lantainya dengan radius 30m. Untuk suplai air diambil dari groundtank dan rooftank Molnár, 2011. Gambar 24 Sketsa Sistem Evakuasi Tangga Darurat Sumber Data Pribadi Sistem evakuasi dengan cara penghuni untuk segera keluar melalui tangga darurat yang berada di 3 titik lokasi. Visualisasi Bangunan Gambar 25 Visualisasi Exterior Sumber Data Pribadi Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 26 Visualisasi Interior Sumber Data Pribadi KESIMPULAN Perancangan apartemen ini dirancang dengan menerapkan konsep urban green building dengan mengutamakan desain yang ramah lingkungan dan hemat energi dengan harapan kedepannya dapat mengurangi/menanggulangi masalah-masalah di perkotaan atas dampak negatif berkembangnya pembangunan. DAFTAR PUSTAKA Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta Tiara wacana. Andiyan, Indra, Fahrul. 2018. Penataan kawasan kumuh kewenangan provinsi di desa tanjung anom kecamatan mauk kabupaten tangerang. Jurnal Arsitektur Archicentre. Bay, R. A. 2017. Predicting responses to contemporary environmental change using evolutionary response architectures. American Naturalist, 1895, 463–473. Ching, Francis D. K., & Shapiro, Ian M. 2020. Green building illustrated. John Wiley & Sons. Farid, V. L., & Wonorahardjo, S. 2018. Integrating Green Building Criteria Into Housing Design Processes Case Study Tropical Apartment At Kebon Melati, Jakarta. IOP Conference Series Earth and Environmental Science, 1521, 12012. IOP Publishing. Garcia, D. Astiaso. 2012. Eco friendly service buildings and facilities for sustainable tourism and environmental awareness in protected areas. WIT Transactions on Ecology and the Environment, 161, 323–330. Hewitt, Elizabeth L., Andrews, Clinton J., Senick, Jennifer A., Wener, Richard E., Krogmann, Uta, & Sorensen Allacci, MaryAnn. 2016. Distinguishing between green building occupants’ reasoned and unplanned behaviours. Building Research & Information, 442, 119–134. Jang, Dae Chul, Kim, Bosung, & Kim, Sung Hak. 2018. The effect of green building certification on potential tenants’ willingness to rent space in a building. Journal of Cleaner Production, 194, 645–655. Lee, Nayoon, Tae, Sungho, Gong, Yuri, & Roh, Seungjun. 2017. Integrated building life-cycle assessment model to support South Korea’s green building certification system G-SEED. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 76, 43–50. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Molnár, B. 2011. Architecture and system design issues of contemporary Web-based Information Systems. SKIMA 2011 - 5th International Conference on Software, Knowledge Information, Industrial Management and Applications, pp. 33–39. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Portnov, Boris A., Trop, Tamar, Svechkina, Alina, Ofek, Shoshi, Akron, Sagi, & Ghermandi, Andrea. 2018. Factors affecting homebuyers’ willingness to pay green building price premium Evidence from a nationwide survey in Israel. Building and Environment, 137, 280–291. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung CV. Alfabeta. Tabb, P. J. 2014. The greening of architecture A critical history and survey of contemporary sustainable architecture and urban design. In The Greening of Architecture A Critical History and Survey of Contemporary Sustainable Architecture and Urban Design. Retrieved from ... Urban Green Building is a network/system created to reduce/overcome urban areas and climate change problems by involving nature. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas [29]. ...Under the development of an increasingly modern era, intelligent buildings and infrastructure need to be built and operated in line with the progress of the future city. The shopping center building is a building that became one of the hallmarks of the city. Therefore the application must be prominent in the surrounding building. The concept is the basis for taking the use of contemporary concepts. The scope of this research is on the design of Shopping Center buildings that follow modern architectural trends and the interaction of trends on public needs in the future. The purpose of this study is to design a shopping center facility that combines the concept of contemporary architecture with the idea of intelligent building as a supporting element so that the building can adapt to the times in the digitalization era of the industrial revolution The method used in this research is descriptive qualitative by applying seven principles of contemporary architecture and the concept of intelligent building in designing supporting facilities. The result of this research is a design of a shopping center building in Kota Baru Parahyangan Bandung by applying a combination of contemporary architectural concepts and intelligent building concepts that pay attention to the orientation and aspects of the surrounding environment. The combination of this concept not only cares for its completeness but also accommodates a lifestyle so that this shopping center can attract visitors with its technological innovations and the visual appearance of elegant contemporary architecture.... In 2018 there were more than 2 million residents, with the development of an increasingly advanced population resulting in more productive population activities. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas Andiyan & Nurjaman, 2021. Although administratively, Banten province is still relatively young, it does not mean that the people of this province are still culturally backward. ...Banten Provincial Government is planning the construction of flats and row houses in several locations in Banten Province. However, the flats and row houses that will be realized are currently being developed as prototypes for each of these dwellings. So that the flats and row houses that will be built according to the needs of the residents in them. Therefore, it is necessary to design simple rental flats or row houses that can support the community's needs regarding social and living comfort.... The city is located 140 km southeast of Jakarta and is the third-largest city in Indonesia after Jakarta and Surabaya. Based on data from the Central Statistics Agency BPS of Bandung City, the population of Bandung is currently proliferating Andiyan & Nurjaman, 2021. ... Andiyan AndiyanWima Alkad AlbadiraCihampelas Street Bandung is one of the main tourist destinations in Bandung; besides that, Cihampelas is also a residential area with a high population density. Jalan Cihampelas has many residential places, one of which is the Jardin Cihampelas Apartment. The Jardin Cihampelas Apartment is a building consisting of 4 building towers, namely towers A, B, C, and D. Each tower has 23 floors, and a U shape, Tower A - B and C - D are located close to each other on the inside of the "U" shaped mass surrounding the swimming pool. The approach used is geometry, and basic shapes, geometry, and basic shapes show that architecture is an expression of humans and is a basic principle always present from a work of architecture. This research aims to study the relationship between geometric shapes that affect the Jardin Cihampelas apartment building mass. The method used is a descriptive qualitative method using field surveys; the research study is the shape of the building mass in geometric shapes. The research variables discussed include basic form, unity, proportion, balance, rhythm, and emphasis. This research is expected to get useful results from studying the mass shape of the building in the Jardin Cihampelas apartment with the residential typology of tall buildings with geometric shapes in the processing of space in structures. Andiyan AndiyanIndra FahrulAbstrak Undang-Undang nomor 1 tahun 2011, tentang perumahan dan kawasan permukiman, dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif; bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia; bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dijelaskan juga bawah permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Dan perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat L Farid Surjamanto WonorahardjoThe implementation of Green Building criteria is relatively new in architectural practice, especially in Indonesia. Consequently, the integration of these criteria into design process has the potential to change the design process itself. The implementation of the green building criteria into the conventional design process will be discussed in this paper. The concept of this project is to design a residential unit with a natural air-conditioning system. To achieve this purpose, the Green Building criteria has been implemented since the beginning of the design process until the detailing process on the end of the project. Several studies was performed throughout the design process, such as 1 Conceptual review, where several professionally proved theories related to Tropical Architecture and passive design are used for a reference, and 2 Computer simulations, such as Computational Fluid Dynamics CFD and wind tunnel simulation, used to represent the dynamic response of the surrounding environment towards the building. Hopefully this paper may become a reference for designing a green residential from the multi-year experience in environmentally friendly building projects gained by CITERA of the Faculty of Architecture Sapienza University of Rome, the main goal of this paper is to apply this expertise for the planning of environmentally sound service buildings and facilities in natural protected areas, in order to increase tourist facilities avoiding the subsequent environmental impacts that too often are produced in areas with high environmental and landscaping values. Therefore, this paper will take into account the relationships between service buildings for tourism and their eventual ecological impacts in the surrounding areas, in order to pinpoint innovative envelope technologies as well as technical smart solutions for a sustainable promotion of tourist facilities, including, in addition to service buildings, even the requalification of paths and water routes. The other central aim of the project is to propose practical methods for the use of these service buildings and facilities as favourable places to disseminate environmental protection notions. Furthermore, the project foresees the application of a case study in the Bracciano-Martignano Regional Park. The obtained results may be used by other protected areas administrations as possible solutions for improving environmental sustainability of their tourism management JangBosung KimSung Hak KimThis study examines the effect of a building's green building certification on potential tenants’ willingness to rent by conducting a vignette-based experiment. The building sector accounts for a significant portion of global energy consumption and greenhouse gas emissions, and increasing attention has focused on the expansion of green buildings that are designed to minimize such negative environmental impacts. While green building certification is generally regarded an important driver expanding green buildings, researchers have given little attention to the relation between green building certification and potential tenants’ willingness to rent space in a building. This study examines whether green building certification can enhance potential tenants’ willingness to rent space in a building. It also explores under what conditions the effect of such certification can be heightened by considering the characteristics of potential tenants, buildings, and certifications. To test our hypotheses, 220 participants responded to a virtual office space rental scenario and 219 to an apartment rental scenario. The results show that a a green building certification increased potential tenants’ willingness to rent; b however, a higher certification grade did not further enhance potential tenants’ willingness to rent; and c potential tenants with higher levels of eco-friendliness exhibited higher willingness to rent buildings with a green buildings GBs bring multiple benefits to homebuyers. However, the lack of knowledge or uncertainty about these benefits, combined with a nominal price premium PP for GBs, may prevent prospective homebuyers from entering the GB market. Therefore, governmental incentives may be needed. The present study serves the dual purpose of examining the PP size that prospective homebuyers in Israel are willing to pay WTP for GBs, and investigating, for the first time, the potential impact of prevalent GB policy instruments on the premium's size. Findings from a nationwide online survey indicate an acceptable PP in the range of 7–10%. Expected maintenance savings and familiarity with GB concept and benefits are found to be positively associated with the size of the premium, while counterintuitively, financial incentives, such as tax breaks and subsidized loans, are found to result in lesser, rather than greater, WTP PP. This indicates that financial incentives to homebuyers may be counterproductive by generating emotive and opposite responses, and that a long-term governmental commitment to support GB maintenance may be more effective. The study suggests a mix of financial and non-financial GB incentives to homebuyers. The study mainly contributes to better-understanding of how potential homebuyers’ GB choice can be encouraged by applying informed policy tools. It also emphasizes the importance of evaluating unexpected consequences of future interventions in the GB the construction industry, concerted efforts are being made to quantitatively evaluate the environmental impacts of building materials and buildings using the life cycle assessment LCA approach. However, the existing building LCA model applies different evaluation systems and standards to building materials and buildings; thus, interlinking and integrating their evaluated values are made difficult. To overcome this problem, this study aims to develop an integrated building LCA model that enables the integration of all LCA results related to building materials used for constructing a building, the building components, and the whole building. First, the building LCA methods and certification criteria employed by major green building certification systems [Leadership in Energy & Environmental Design LEED, Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency CASBEE, Building Research Establishment Environmental Assessment Methodology BREEAM, and Green Standard for Energy and Environmental Design G-SEED] were analyzed. Then, an integrated building LCA model that allows integration of the LCA results for building materials into those of the LCA of building components and the whole building was developed. Finally, we established an application plan for a stepwise application of the integrated building LCA model to G-SEED, a Korean green building certification system. The feasibility of the integrated building LCA model was confirmed by comparing it with the existing building LCA model in a case analysis, which demonstrated the applicability of the proposed integrated building LCA method in terms of building materials, building components, and whole A. BayNoah H. Rose Rowan D H BarrettPeter RalphRapid environmental change currently presents a major threat to global biodiversity and ecosystem functions, and understanding impacts on individual populations is critical to creating reliable predictions and mitigation plans. One emerging tool for this goal is high-throughput sequencing technology, which can now be used to scan the genome for signs of environmental selection in any species and any system. This explosion of data provides a powerful new window into the molecular mechanisms of adaptation, and although there has been some success in using genomic data to predict responses to selection in fields such as agriculture, thus far genomic data are rarely integrated into predictive frameworks of future adaptation in natural populations. Here, we review both theoretical and empirical studies of adaptation to rapid environmental change, focusing on areas where genomic data are poised to contribute to our ability to estimate species and population persistence and adaptation. We advocate for the need to study and model evolutionary response architectures, which integrate spatial information, fitness estimates, and plasticity with genetic architecture. Understanding how these factors contribute to adaptive responses is essential in efforts to predict the responses of species and ecosystems to future environmental TabbA. Senem DevirenContemporary architecture, and the culture it reflects dependent as it is on fossil fuels, has contributed to the cause and necessity of a burgeoning green process that emerged over the past half century. This text is the first to offer a comprehensive critical history and analysis of the greening of architecture through accumulative reduction of negative environmental effects caused by buildings, urban designs and settlements. Describing the progressive development of green architecture from 1960 to 2010, it illustrates how it is ever evolving and ameliorated through alterations in form, technology, materials and use and it examines different places worldwide that represent a diversity of cultural and climatic contexts. The book is divided into seven chapters with an overview of the environmental issues and the nature of green architecture in response to them, followed by an historic perspective of the pioneering evolution of green technology and architectural integration over the past five decades, and finally, providing the intransigent and culturally pervasive current examples within a wide range of geographic territories. The greening of architecture is seen as an evolutionary process that is informed by significant world events, climate change, environmental theories, movements in architecture, technological innovations, and seminal works in architecture and planning throughout each decade over the past fifty years. This time period is bounded on one end by the awareness of environmental problems beginning in the 1960's, the influential texts by Rachel Carson, Schumacher, Buckminster Fuller and Steward Brand, and the impact of the OPEC Oil Embargo of 1973, and on the other end the pervasiveness of the necessary greening of architecture that includes, systemic reforms in architectural and urban design, land use planning, transportation, agriculture, and energy production found in the 2000's. The greening process moves from remediation to holistic models of architecture. Geographical landscapes give a global account of the greening process where some examples are parallel and sympathetic, and others are in clear contrast to one another with very individuated approaches. Certain events, like the Rio Summit in 1992 and Kyoto Protocol in 1997, and themes, such as the Hannover Principles in 2000, provide a dynamic ideological critique as well as a formal and technical discussion of the embodied and accumulative content of greening principles in architecture. © Phillip James Tabb and A. Senem Deviren 2013. All rights frameworks incorporate social and psychological elements of environmentally significant behaviour, and most assume cognitive and deliberate decision-making. Household energy consumption behaviours, however, span a spectrum from reasoned and deliberate to unplanned and automatic. The aim of this paper is to advance knowledge of reasoned and unplanned behaviours in the context of pro-environmental action. Using results of a survey administered to occupants of an urban residential green building, this study explores five household consumption behaviours and tests the hypothesis that unplanned behaviours will be poorly predicted by a reasoned, values-based behavioural framework. Using path analyses, variables in a values-based framework are used to predict surveyed behaviours. Findings indicate that behaviours hypothesized to be unplanned were not well predicted by the values-based framework. The framework successfully predicted what was hypothesized to be a fully reasoned behaviour. Three potential reasons are discussed for the lack of prediction of some behaviours. A deeper understanding of how unplanned, automatic or habitual behaviours intervene in conservation intentions can help policy-makers and building designers better respond to influences of occupant behaviour on building dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta Tiara wacanaAgus Daftar PustakaSalimDAFTAR PUSTAKA Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta Tiara wacana. Konsep Ruang pada Hunian Arsitektur – Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat. Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa pra-aksara saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari-hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara untuk berburu binatang. Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum m e n g u t a m a k a n arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa pra-aksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal.[pi] Post navigation 62 Kelas X SMAMASMKMAK Edisi Revisi Semester 1 hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara untuk berburu binatang. Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum m e n g u t a m a k a n arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa pra- aksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal. Sumber Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran. Gambar Pola Lukisan tangan yang ditemukan di Indonesia 63 Sejarah Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 Nama Alat Kegunaan Daerah Temuan GambarLukiskan Uji Kompetensi 1. Coba kamu diskusikan, mengapa manusia purba membuat peralatan dari bebatuan, kayu, dan tulang? 2. Peralatan yang dibuat oleh manusia purba dari batu dapat digunakan sebagai alat serba guna, coba jelaskan dan beri contoh 3. Coba kamu inventarisir alat-alat manusia purba pada zaman batu dan masukkan ke dalam tabel di bawah ini 4. Setelah selesai mengisi tabel di atas, kamu lukiskan dalam bentuk peta persebaran peralatan manusia purba 64 Kelas X SMAMASMKMAK Edisi Revisi Semester 1 Setelah membaca secara keseluruhan bab ini marilah kita sama-sama menyimpulkan nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari kehidupan masa lalu itu untuk kehidupan pada masa kini dan masa mendatang. 1. Untuk mempelajari sejarah awal manusia ahli sejarah bergantung pada disiplin arkeologi, geologi dan biologi dan cabang-cabang ilmu lainnya. Masa pra-aksara terbentang dari penemuan manusia pertama di planet bumi ini hingga ditemukannya tulisan. Cerita sejarahnya mulai sejak sekitar atau barangkali sekitar tahun lalu. 2. Pengetahuan tentang kehidupan manusia pra-aksara menyediakan jawaban tentang asalusul manusia dan kemanusiaan, serta keberadaan manusia di dunia dalam mencapai impiannya dan rintangan-rintangan yang dihadapinya. Sebagai sebuah bangsa, pembelajaran mengenai kehidupan manusia pra-aksara hendaknya menggugah kita untuk memperbarui pertanyaan klasik seperti, dari manakah kita berasal dan bagaimana evolusi perjalanan hidup manusia di masa lalu hingga mencapai suatu tahap sejarah ke tahap berikutnya? 3. Semakin sadar kita tentang asal usul dan evolusi yang dijalani nenek moyang di masa lampau, hendaknya semakin ingat pula kita tentang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang peserta didik yang akan membangun bangsa ini. 4. Nenek moyang orang Indonesia di masa lampau telah menjalani sejarah yang amat panjang dan berat dengan segala tantangan G. Kesimpulan 65 Sejarah Indonesia zaman yang dihadapi pada masanya. Mereka telah mengalami evolusi atau transformasi sedemikian rupa yaitu, dari nomaden ke kehidupan menetap, dari mengumpulkan makanan dan berburu menjadi penghasil bahan makanan, dari ketergantungan total pada alam dan teknologi dalam bentuk manual kepada upaya menciptakan alat yang kian lama kian canggih, dan dari hidup berkelompok berdasarkan sistem kepemimpinan primus interpares ke susunan masyarakat yang lebih teratur. Semua itu berlangsung dengan cara yang tak mudah dan memakan waktu yang lama, bahkan ribuan tahun. 5. Perubahan-perubahan itu tidak mengalir begitu saja, tetapi dimulai dari reflesi berpikir dan gagasan hasil interaksi mereka dengan alam sekitar. Kondisi lingkungan yang berat mengajarkan bagaimana, misalnya, membuat alat yang tepat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Dalam masyarakat, generasi yang lebih tua meneruskan tradisi dan pengalaman kolektifnya kepada yang lebih muda. Dengan akumulasi pengalaman kolektif itu mereka belajar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. 6. Pencapaian prestasi yang diraih manusia modern dewasa ini telah mengubah dunia dengan cara yang mungkin tak terbayangkan oleh nenek moyang mereka di masa silam. Kehidupan modern dibayar dengan harga besarnya energi yang telah dikuras oleh manusia, baik itu yang tidak terbarui antara lain minyak bumi, gas, dan batubara maupun yang terbarui air, kayu, hutan dan lain-lain. Karena itu, seorang ahli ilmu hayat Tim Flannery menyebut manusia Homo sapiens zaman modern berbeda dengan nenek moyang mereka, karena mereka tidak lain adalah “pemangsa masa depan”. Julukan ini tidak salah apabila kita menghitung kembali kerusakan lingkungan yang diakibatkan Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat. Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa pra-aksara saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari- Sumber Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran. hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara untuk berburu binatang. Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum m e n g u t a m a k a n arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa pra- aksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal. Sumber Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran. Gambar Pola Lukisan tangan yang ditemukan di Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 Nama Alat Kegunaan Daerah Temuan Gambar/Lukiskan Uji Kompetensi 1. Coba kamu diskusikan, mengapa manusia purba membuat peralatan dari bebatuan, kayu, dan tulang? 2. Peralatan yang dibuat oleh manusia purba dari batu dapat digunakan sebagai alat serba guna, coba jelaskan dan beri contoh! 3. Coba kamu inventarisir alat-alat manusia purba pada zaman batu dan masukkan ke dalam tabel di bawah ini 4. Setelah selesai mengisi tabel di atas, kamu lukiskan dalam bentuk peta persebaran peralatan manusia purba! Setelah membaca secara keseluruhan bab ini marilah kita sama-sama menyimpulkan nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari kehidupan masa lalu itu untuk kehidupan pada masa kini dan masa mendatang. 1. Untuk mempelajari sejarah awal manusia ahli sejarah bergantung pada disiplin arkeologi, geologi dan biologi dan cabang-cabang ilmu lainnya. Masa pra-aksara terbentang dari penemuan manusia pertama di planet bumi ini hingga ditemukannya tulisan. Cerita sejarahnya mulai sejak sekitar atau barangkali sekitar tahun lalu. 2. Pengetahuan tentang kehidupan manusia pra-aksara menyediakan jawaban tentang asalusul manusia dan kemanusiaan, serta keberadaan manusia di dunia dalam mencapai impiannya dan rintangan-rintangan yang dihadapinya. Sebagai sebuah bangsa, pembelajaran mengenai kehidupan manusia pra-aksara hendaknya menggugah kita untuk memperbarui pertanyaan klasik seperti, dari manakah kita berasal dan bagaimana evolusi perjalanan hidup manusia di masa lalu hingga mencapai suatu tahap sejarah ke tahap berikutnya? 3. Semakin sadar kita tentang asal usul dan evolusi yang dijalani nenek moyang di masa lampau, hendaknya semakin ingat pula kita tentang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang peserta didik yang akan membangun bangsa ini. 4. Nenek moyang orang Indonesia di masa lampau telah menjalani sejarah yang amat panjang dan berat dengan segala tantangan zaman yang dihadapi pada masanya. Mereka telah mengalami evolusi atau transformasi sedemikian rupa yaitu, dari nomaden ke kehidupan menetap, dari mengumpulkan makanan dan berburu menjadi penghasil bahan makanan, dari ketergantungan total pada alam dan teknologi dalam bentuk manual kepada upaya menciptakan alat yang kian lama kian canggih, dan dari hidup berkelompok berdasarkan sistem kepemimpinan primus interpares ke susunan masyarakat yang lebih teratur. Semua itu berlangsung dengan cara yang tak mudah dan memakan waktu yang lama, bahkan ribuan tahun. 5. Perubahan-perubahan itu tidak mengalir begitu saja, tetapi dimulai dari reflesi berpikir dan gagasan hasil interaksi mereka dengan alam sekitar. Kondisi lingkungan yang berat mengajarkan bagaimana, misalnya, membuat alat yang tepat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Dalam masyarakat, generasi yang lebih tua meneruskan tradisi dan pengalaman kolektifnya kepada yang lebih muda. Dengan akumulasi pengalaman kolektif itu mereka belajar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. 6. Pencapaian prestasi yang diraih manusia modern dewasa ini telah mengubah dunia dengan cara yang mungkin tak terbayangkan oleh nenek moyang mereka di masa silam. Kehidupan modern dibayar dengan harga besarnya energi yang telah dikuras oleh manusia, baik itu yang tidak terbarui antara lain minyak bumi, gas, dan batubara maupun yang terbarui air, kayu, hutan dan lain-lain. Karena itu, seorang ahli ilmu hayat Tim Flannery menyebut manusia Homo sapiens zaman modern berbeda dengan nenek moyang mereka, karena mereka tidak lain adalah “pemangsa masa depan”. Julukan ini tidak salah apabila kita menghitung kembali kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi manusia hingga saat ini. Bahkan, sumberdaya alami antara lain tambang mineral, bahan bakar fosil, keindahan alam, hutan tropis, dan sumber daya lautan yang seharusnya bukan menjadi hak manusia saat ini, tetapi warisan bagi anak- cucu di masa mendatang, sudah mulai dimanfaatkan atau malah sudah dimakan habis. 7. Kekayaan sumber kearifan lokal zaman pra-aksara menyediakan inspirasi dan sekaligus peringatan bagi generasi kita bagaimana hubungan harmoni antara manusia dan alam tidak perlu menimbulkan malapetaka bagi manusia lain. Kekayaan alam pikir manusia pra-aksara jelas merupakan kearifan lokal yang harus terus menerus digali lagi dan bukan diremehkan. Mitos- mitos tentang awal penciptaan dunia dan asal-usul manusia dengan cerita yang berbeda-beda di berbagai suku bangsa, tidak hanya mengandung nilai pelajaran di dalamnya, tetapi juga, kalau ditelusuri lebih jauh, membawa pesan-pesan rasional yang sering disampaikan secara simbolik. Maka, di saat manusia modern hidup semakin individualistik, semakin terasa pula kebutuhan untuk menegakkan nilai-nilai kearifan lokal. Entah itu yang namanya berupa gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan. Itulah kebiasaan nenek moyang, misalnya, dalam rangka membangun kampung, mendirikan bangunan- bangunan dari batu besar atau megalitik. Tidak jarang pula para pemimpin kelompok sosial mengadakan pesta jasa sebagai bukti bahwa mereka dapat memberikan kesejahteraan bagi anggota masyarakatnya. Semua anggota masyarakat ikut terlibat dan secara bersama-sama melaksanakan upacara- upacara. Masyarakat yang telah merasakan kesejahteraan yang diberikan pemimpin akan membalas jasa itu dengan bergotong royong mengangkut dan mendirikan batu tegak prasasti bagi pemimpinnya. Di masa lampau, sifat gotong royong itu, tidak saja terlihat dalam mendirikan bangunan megalitik tetapi juga untuk pendirian rumah, upacara syukuran panen, serta upacara kematian. Apa pun bentuknya, pengalaman kolektif manusia pra-aksara adalah akar tunggang dari budaya Nusantara, yang tentunya dapat memperkuat budaya Indonesia modern dalam mengarungi globalisasi abad ke-21 ini. Gambar Relief yang mengambarkan aktifitas pandai logam Sumber Bambang Budi Utomo. 2010 Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik Hindu-Buddha. Jakarta Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

konsep ruang pada hunian arsitektur